Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Kamis, 11 April 2013

MAKALAH TENTANG KORUPSI MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA


KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewargaan dengan Judul “KORUPSI MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA”, karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telh diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Peraturan Perundang – Undangan merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan senabagai Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tebah pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi Akhir-akhir ini.
Para pejabat Negara menjadikan kasus korupsi dijadikan senjata ampuh dalam pidatonya, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun  tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Lemahnya hukum di Indonesia dijadikan senjata ampuh para koruptor untuk menghindar dari tuntutan. Kasus korupsi mantan Presiden Suharto, contoh kasus korupsi yang yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Padahal penyelesaian kasus-kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu mentimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.

B.    Permasalahan
1.     Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
2.     Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
3.     Bagaimana Mutiplier effec bagu efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatianan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam system social politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah berarti dalam system social politiknya teleransi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas an keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan public, korupsi selalu menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barang kali beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata korupsi secara gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

B.    Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang, pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korusilah system ekonomi social rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis Korupsi pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut. Namun sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan. Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro prlayanan public justru digunakan oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan public, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan, kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak  kembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric indktif yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan berpikir empiric kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar adi daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun Kelompoknya.

C.    Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok Setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia banyak pengamat ekonomi merupakan kasus Pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislative daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan social politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, inpestor menahan diri untuk masuk daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan akibat itu semua kemiskinan meningkat karena Lapangan pekerjaan menyempip dan pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat boro-boro memacu PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi daerah. Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga, fakor social politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor ketenaga kerjaan hasil penelitian komite pemantauan Pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan dalam hal ini pemerintah daerah sebagai factor penghamabat terbesar bagi inpestasi hal ini berarti birokrasi menjadi penghambat utama bagi infestasi yang menyebabkan munculnya Haighcost economy yang beratri praktek korupsi yang melalui pungutan-pungutan liar yang berarati liar dan dana pelican marah pada awal Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah terserbut. Dan jelas ini emnhambat tumbuhnya kesempatan Kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi social politik dominant menjadi hambatan bagi tumbuhnya di daerah.
Pada 2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala daerah (Pilkada secara langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di daerah yang membuat enggan para inspector untuk menanam modalnya di daerah. Dalam situasi politik ini, inspector local memilih modalnya kepada ekspestasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon Kepala daerah tertentu dengan harapan akan memperoleh kemenagan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi. Justru  hanya akan meperbesar pengeluaran pemerintah (Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan prokyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi pengeluaran pemerintah karena untuk meningkatkan PAD-nya mau-tidak mau pemerintah harus mengenjot pemdapatan dari pajak dan retrevusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi yang menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan ekonomi tersebut akan di dukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik infestasi daerah yang sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka Waktu pengurusan Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi dari prektek korupsi. Peneingkatan PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan jumlah pengurangan jumlah penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.

D.    Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghamabt pengembangan system pemerintahan demokratis. Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau Kelompok, yang mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan system tanggung gugat dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang, yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatip tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun memiliki ruang kebebasan menegakan kedaulkatan hukum dan peraturan dengan Demikian akan terbentuk lingkaran perbaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini sangat mudah dituliskan atau dikatakan dari pada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktui yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar. Bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit.
Kedua, hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan sekedar kemauan para politis dan orang-orang yang berkecimbung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sasial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen atau sastra social. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawabuntuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politis dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan social politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara social politik akan memilih pimpinan (politis) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara social politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat di awasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika kontrusi integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial.


BAB III
KESIMPULAN

            Merangfkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksankan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi dan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama wabah yang tidak pernah tepat Sasaran ibarat “yang sakit Kepala, kok yang di obati tangan”. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia.Tidak mudah memang.

 
DAFTAR PUSTAKA


Harian Kompas, 13 Juni 2006,

Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia” MPKP, FE,UI.

Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope, “Confronting Corruption: The Element Of National Integrity System”. Transparency International, 2000.

Robet A Simanjuntak, “Implementasi Desentralisasi Fiskal: Problem, Prospek, dan Kebijakan”.  LPEM UI, 2003.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah            .

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

http://ismorosiyadi.blogspot.com/2011/11/contoh-makalah-ekonomi.html

Penalaran Deduktif


Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik. Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.

Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerakIsaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan Le Verrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.

Macam – Macam Penalaran Deduktif
Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :

a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Contoh Silogisme:
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi / kesimpulan)

b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh Entimen :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis

CONTOH PARAGRAF DEDUKTIF

Chairil Anwar terkenal sebagai penyair. Ia disebut penyair yang membawa pembaharuan dalam puisi. Ada yang mengatakan dia sebagai seorang individualis. Ada yang menilai bahwa ia seorang yang kurang bermoral dan plagiat karena ada sebagian kecil dalam gubahannya merupakan jiplakan dari puisi asing. Dalam sajak-sajaknya yang dikumpulkan dalam "Deru Campur Debu" memperlihatkan adanya perbedaan bentuk, corak, gaya, dan isi. Tanggapan orang terhadap Chairil berbeda-beda. Namun, bagaimanapun ia tetap seorang penyair besar yang membawa kesegaran baru dalam bidang puisi pada 1945.

Penarikan kesimpulan deduktif dibagi menjadi dua, yaitu penarikan langsung dan tidak langsung.

1.      Penarikan simpulan secara langsung
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu prosisi tempat menarik simpulan.
Simpulan secara langsung:
1.      Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)

2.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)

3.      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)

4.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu-pun S adalah tak P. (simpulan)
Tidak satu-pun tak P adalah S. (simpulan)

2.      Penarikan simpulan secara tidak langsung

Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Jenis penalaran deduksi dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu:
1.      Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).

Contohnya:
Semua manusia bijaksana
Semua dosen adalah manusia
Jadi, semua dosen bijaksana. (simpulan)

2.       Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara tidak langsung. Dan dapat dikatakan silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.

Contohnya :
Semua ilmuwan adalah orang cerdas
Anto adalah seorang ilmuwan.
Jadi, Anto adalah orang cerdas.

Jadi, dengan demikian silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, entimen   juga dapat dijadikan silogisme.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuktian_melalui_deduksi
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran