Tinggal di negara kepulauan
terbesar di dunia dengan beraneka ragam suku, budaya juga bahasa daerah
menjadikan kita patut berbangga sebagai warga negara Indonesia. Tak terkecuali
bangga memiliki bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia. Ya, bahasa yang membuat
para pejuang muda berikrar pada 84 tahun silam.
"....Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa
Persatuan, Bahasa Indonesia...."
Demikian bunyi poin ketiga Sumpah Pemuda, yang sering kita
ucapkan sewaktu sekolah setiap upacara peringatan hari Sumpah Pemuda 28
Oktober. Lantas, apakah pemuda masa kini benar-benar bersumpah menjunjung
bahasa Indonesia atau hanya sebatas mengakui sebagai bahasa negara?
Seiring dengan perkembangan semangat juang bangsa Indonesia,
pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia mengikrarkan sumpah pemuda.
Sejak saat itu Bahasa Indonesia mulai berkembang lagi bagaikan jamur di musim
hujan, dimulai dari ejaan lama hingga ejaan baru seperti yang kita gunakan
sekarang ini. Berikut ini adalah perbandingan ejaan lama dengan ejaan baru,
huruf ‘j’ ditulis ‘dj’, huruf ‘u’
ditulis ‘oe’, dan masih banyak lagi perbandingan lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Sampai saat ini bahasa nasional Indonesia memang hanya ada
satu, tetapi bahasa di Indonesia banyak sekali hingga ratusan jumlahnya karena
setiap suku dari Sabang sampai Merauke memiliki bahasa yang berbeda. Bahkan
setiap bahasa memiliki tingkatan lagi seperti halus, sedang, dan kasar ( bahasa
Jawa dan Sunda contohnya).
Tetapi sayang sekali saat ini Bahasa Indonesia tumbuh tanpa
arah yang jelas. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan bahasa Indonesia
melalui siaran baik radio maupun televisi. Memang untuk mewujudkan Bahasa
Siaran yang standar atau baku seperti mengharapkan hujan tanpa awan, karena
kemajemukan bangsa Indonesia dan keberagaman dialek Nusantara. Padahal sudah
ada sederet undang-undang dan pasal yang mengatur tentang bahasa penyiaran
seperti Undang-Undang no. 32 tahun 2002, tentang Penyiaran pasal 37 menyatakan
bahwa Bahasa Pengantar Utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Pasal 38 menyatakan bahwa Bahasa Daerah dapat
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan
lokal dan apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu. Bahasa asing
hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu
mata acara siaran. Pasal 39 menyatakan bahwa mata acara siaran bahasa asing
dapat disiarkan dalam bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi
harus diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif disulihsuarakan ke
dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan mata acara tertentu.
Dari segi positif Perkembangan Bahasa Indonesia saat ini
telah dapat menyaring kata-kata yang berasal dari kazanah bahasa asing dan dari
bahasa daerah. Ini terlihat dari kamus-kamus Bahasa Indonesia sekarang ini
banyak yang telah dibakukan dan juga telah dilazimkan atau acapkali kita dapati
dalam bacaan-bacaan umum. Lalu dari struktur kata dan pengejaan kata, bahwa
telah mengalami penyesuaian serta terdapat aturan-aturannya dalam melakukan
penulisan kalimat. Ini dapat dilihat dari struktur kalimat terdapat pola
susunan-susunan kata, seperti terdapatnya pola “SPOK” dan juga pengejaan kata
saat ini telah mengalami penyempurnaan atau penggunaan asal kata sesuai dengan
“EYD”. Dan tak lupa juga dengan penggunaan tanda baca, dimana jika penggunaan
tanda baca tidak tepat, maka arti/maksud dari bacaan atau kalimat juga
berbeda-beda walaupun kata-kata dalam kalimat atau bacaan itu sama.
Kemudian segi negatif Bahasa Indonesia kenyataannya,
kesalahan banyak terjadi dalam percakapan aktivitas keseharian. Ini dapat kita
jumpai secara tidak disadari pada surat kabar dan televisi (seperti dalam
sinetron, iklan, serta para presenter), banyak dari media-media tersebut
mengabaikan bagaimana cara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Hal seperti ini dapat menimbulkan kebiasaan di masyarakat menjadi kekhawatiran.
Karena secara tidak disadari kita lupa bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar pada saat pembicaraan resmi maupun di saat santai. Inilah
sering kita menganggap bahwa belajar Bahasa Indonesia itu mudah. Namun apabila
dilihat dari hasil belajar Bahasa Indonesia kita, seringkali tidak sesuai
dengan anggapan bahwa belajar Bahasa Indonesia mudah. Banyak dari lulusan SMP,
SMA, bahkan perguruan tinggi sekalipun yang belum terampil berbahasa Indonesia.
Seperti menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis. Hal tersebut merupakan
fakta bahwasannya masih banyak yang merasa kesulitan ketika belajar Bahasa
Indonesia.
Tentu masih banyak lagi cara
lainnya yang tetap kreatif dan tidak menjenuhkan dalam mempelajari bahasa
Indonesia. Jangan mengingkari ikrar yang pernah terucap, mari bangkitkan jiwa
muda kita untuk tak sebatas mengatakan “Aku Cinta Bahasa Indonesia”, kita
sebagai generasi muda dalam menggunakan bahasa indonesia yang baik sangat
kurang. Karena setiap hari kita menggunakan bahasa tidak baku atau bahasa gaul.
Bahasa indonesia ini harus kita lestarikan untuk Indonesia kedepannya. Ada
beberapa cara untuk melestarikannya maka jadilah generasi muda yang cinta akan
Bahasa Indonesia.